Sunday, February 25, 2007

KEMBAR

Mama saya terlahir kembar . Meskipun kembar , Mama dan Tante memilih ’jalur karier’ yang sangat berbeda . Kalau Tante berprofesi sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Semarang, Mama memilih menjadi ibu rumah tangga dan ’berkarier’ di lingkungan tempat tinggal kami di Solo. Dan karena tinggal berbeda kota itulah, kerapkali timbul kelucuan-kelucuan maupun kesalahpahaman dari orang yang tidak tahu jika Mama dan Tante adalah anak kembar.

Saat kami baru pindah ke Solo, sekitar 20th yang lalu,kami tinggal di perumahan yang hampir semua orang saling kenal satu sama lain. Suatu hari , Tante dan Om berkunjung ke rumah kami .Sepanjang jalan di dalam perumahan, hampir semua orang yang bertemu dengan Tante, selalu mengajak senyum atau bahkan melambaikan tangan. Untuk Tante, hal ini sudah bukan sesuatu yang aneh, karena mereka pasti mengira Tante adalah Mama. Namun ketika keesokan harinya Mama pergi berbelanja ke pedagang sayur keliling, dan bertemu dengan ibu-ibu yang lain, langsung saja ada yang berkomentar ”Wah , kok kemarin pergi nggak dengan Bapak. Hayo, sama siapa....” Mama saya yang diserang mendadak , awalnya bingung , tapi begitu ibu-ibu tersebut mendiskripsikan dengan jelas warna mobil yang dipakai, baru deh ngeh, bahwa pasti yang dimaksud adalah Tante.

Tukang sate keliling di perumahan kami pun ikutan keliru. Saat Tante menginap di rumah kami, dan Tante memesan sendiri satenya , Tante meminta Pak Sate untuk tidak menaburkan bawang merah dan irisan cabai diatas sate, tapi diletakkan saja di pinggir. ”sip...sip....” begitu si Bapak Sate bilang dengan yakin. Tapi setelah sate jadi, lho kok bawang merah dan cabai sudah tertabur dengan manisnya diatas sate. Sewaktu diprotes oleh Tante , Pak Sate dengan santai menjawab ”lho, biasanya kan juga begitu. Kok tumben-tumben amat sih, beda. Daripada nanti menyesal karena salah perintah, lebih baik saya taruh diatasnya saja seperti biasa....” Tante langsung bengong mendengar jawaban si Bapak. Dan begitu Mama ikut bergabung, karena mendengar heboh diluar, barulah pak sate sadar kalo ini bukan Ibu yang biasa beli satenya. ”habis mirip sih, mana tahu saya kalau ada dua....” begitu pembelaan Pak Sate saat mama ikut-ikutan protes.

Lain lagi ceritanya saat Mama yang menjadi anggota kelompok diskusi Sadar Hukum , maju berlomba mewakili kota Solo ke tingkat propinsi , dan berlaga di Semarang bersama beberapa anggota yang lain. Hari pertama penyisihan, dilalui dengan lancar, dan terus lancar sampai ke babak final. Di babak final, berhadapan dengan perwakilan dari Semarang. Semua baik-baik saja sampai setengah jam sebelum final, salah satu juri melihat mama dan menyatakan kelompok mama didiskualifikasi karena melanggar aturan lomba. ”Lha wong lomba saja belum , kok sudah didiskualifikasi...” begitu kira-kira gerutuan teman-teman kelompok Mama. Dan juri tersebut tetap ngotot bahwa kelompok dari Solo melanggar aturan lomba , karena peserta lomba haruslah ibu rumah tangga dan tidak punya jabatan karier . Sementara itu, dengan yakinnya Pak Juri menyatakan bahwa salah satu anggota kelompok adalah seorang dosen di Universitas Negeri di Semarang, karena dia adalah rekan kerja di Universitas yang sama. Peserta –terutama Mama- tentu saja protes berat , dengan segala daya upaya menjelaskan bahwa Mama memang mempunyai saudara kembar yang jadi dosen di Semarang. Eh, si Bapak Juri ini tetap saja nggak pecaya. ”Coba silahkan dibuktikan, kalau memang kembar, dan kembar-nya berada di kota yang sama , kenapa ndak diminta datang kesini supaya saya percaya...lha wong suaranya saja sama plek, kok masih nggak ngaku juga....” Pusinglah Mama saat itu, mana ada Handphone pada masa itu , awal 90an.Cuma kalau Tante tidak dihadirkan saat itu juga , maka kelompok akan didiskualifikasi, dan tentu saja kasihan yang lain yang tidak bersalah. Maka dengan modal Rp.50,- , Mama menelpon Om – adik Mama – untuk meminta bantuan mencari Tante di kampus , dan ’membawa paksa’ tante ke tempat lomba , karena situasi darurat tersebut. Dengan susah payah akhirnya Om bisa ’menyeret’ tante ke tempat lomba sehingga pak Juri percaya. Dan komentar Pak Juri saat itu setelah ketemu dengan Tante cuma begini : ”ooh....jadi beneran kembar tho......” . Ya ampun ! Emang kembar main-main, ya tentu saja beneran .

Suatu hari, Mama mengajak saya untuk menengok saudara yang sakit . Sebelum ke rumah sakit, mama mengajak saya untuk mampir ke toko buah. Saat kami masuk ke toko tersebut , kami sudah langsung ’pasang radar’ , soalnya mbak yang di toko buah itu ramah ruarrr biasa......yang rasanya terlalu berlebihan.....Saat Mama memutuskan untuk membeli 1 kg apel dan 1 kg jeruk, yang ada kita malah dikasih 2 kg apel dan 2 kg jeruk, tapi hanya bayar harga 1kg saja. Dan mulailan si mbak ngobrol kesana kemari soal buah yang paling bagus , beserta trik-trik menyimpan buah yang paling mutakhir. Saya dan Mama hanya mengangguk-angguk, mengiyakan, sambil nggak lupa selalu senyum . Dan kami merasa, si Mbak ini hanya berlaku spesial kepada kami, tidak kepada pembeli yang lain. Karena agak terburu-buru, maka setelah selesai membayar , kami segera hendak keluar dari toko. Si Mbak ini tiba-tiba bertanya ”jadi, Ibu sudah nggak ingat saya ya ?” . Mama mengernyitkan kening . ”saya X ,saya kan baru lulus tahun kemarin, bu. Kan Ibu jadi pembimbing akademis saya....” Mama langsung memandang saya. Saya langsung sadar , ini pasti muridnya Tante . Dengan bergaya diplomasi yang luar biasa, Mama menjawab ”Waduuh mbak......maaf...habis mahasiswa yang saya bimbing kan banyak. Sampai lupa satu persatu.... makanya tadi pas masuk kesini , saya sudah curiga. Rasanya kok pernah liat mbak, tapi lupa dimana.”
Si Mbak tersenyum manis. ”Ndak apa-apa kok, bu. Saya sih senang bisa ketemu Ibu lagi. Sampaikan salam saya ya, Bu, untuk Pak A. Skripsi saya dibimbing oleh pak A , hasilnya bagus...”
Mama mengangguk-agguk, tetap tersenyum sambil pamit dan segera menyeret saya untuk keluar dari toko buah itu, sebelum harus bohong lebih panjang lagi. Ketika saya protes kenapa harus bohong, dan bukannya bilang saja sebenarnya bahwa Mama bukan Tante, Mama punya alasan yang berbeda. Menurut Mama, sudah beberapa kali Mama bertemu dengan murid atau rekan Tante , yang langsung malu saat Mama mengaku bahwa Mama bukan Tante. Oleh karena itu, sekali-sekali nggak apa-apa lah.

Ketika pulang dari rumah sakit dan semobil dengan Tante, Mama menceritakan kembali kejadian di toko buah. ”Jangan lupa lho, mbak X titip salam untuk pak A , katanya dulu pak A pembimbing skripsinya. Aku sudah janji mau nyampaikan ke pak A.” Giliran Tante yang garuk-garuk kepala .”Gimana ya caranya , soalnya pak A sudah meninggal sekitar 6 bulan yang lalu.....” Waduh !


May 02,2005
Published in Femina no.21/XXXIII - Juni 2005

No comments:

Related Posts with Thumbnails