Ketika pertama datang untuk menetap sementara di Sydney , saya tidak pernah membayangkan bahwa hidup bertetangga dengan berbagai bangsa dan berbagai kebiasaan ternyata menarik dan terkadang lucu juga. Kalau di Indonesia , tolong menolong atau kenal dengan tetangga kiri kanan rumah adalah hal yang biasa , disini dengan tetangga sebelah saja belum tentu tahu orangnya yang mana.
Rumah pertama kami adalah semacam ‘rumah susun’ alias apartemen yang terdiri dari 21 unit. Kami tinggal di lantai paling bawah, dan kami memilih rumah yang dekat dengan halaman belakang tempat ’tiang jemuran kolektif ’ alias jemuran untuk seluruh penghuni berada. Pada awalnya , saat kami masuk ke apartemen , belum semua unit terisi , jadi kapanpun mau nyuci dan njemur , santai saja. Apalagi saat itu musim panas, rasanya tali jemuran masih longgar dan selalu banyak tempat tersisa . Tapi giliran musim gugur datang, apalagi makin mendekati musim dingin, barulah terasa sulitnya mencari tempat untuk jemur baju. Maklum, selain mesin cuci yang hanya ada 3 buah untuk dipakai 21 unit , nggak semua tiang jemuran terkena panas pas musim dingin. Hanya ada 2 tempat saja yang kena, sedang 4 yang lain adem ayem saja alias nggak pernah kesentuh matahari. Maka, mulailah ritual intip mengintip, saling mendahului, mencuci sepagi mungkin untuk bisa jemur baju di tempat yang masih kena panas. Beruntungnya , rumah saya strategis untuk mengamati ,jadi kalau sudah ada yang memakai tempat jemuran itu , saya memilih untuk nggak mencuci saja. Malas rasanya kalau sudah keduluan yang lain, meski resikonya baju kotor makin menumpuk.....
Soal jemur menjemur , tetangga yang tinggal di lantai paling atas , cowok bule anak sekolahan , rajin sekali mencuci baju dan menjemur . Namun yang paling membuat saya sering bertanya-tanya , si cowok ini nggak pernah pakai alas kaki kalau menjemur . Cekeran , kalau orang jawa bilang. Mau musim panas atau musim dingin, tetap saja tanpa alas kaki. Padahal lantai semen tempat jemuran berada , dingin pas musim dingin, dan panas menyengat kaki ,pas musim panas. Herannya , kok tahan ya tuh kaki, apa sudah kapalan kali . Beberapa kali saya sempat cerita ke suami tentang kebiasaannya ini, dan tanggapan suami saya selalu ” tanya aja sama dia , kenapa kok nyeker....” .Dan kamipun punya julukan khusus ke tetangga satu ini : Bulcek alias Bule Ceker.....Akhirnya saya gatal juga untuk nggak nanya , alasan dia kenapa nggak pakai alas kaki , dan setelah memberanikan diri bertanya , ealah....jawabannya kok santai amat : nggak ada alasan apa-apa , suka aja tuh , nggak pakai alas kaki....weleh...weleh....ini kakinya pasti memang sudah kapalan beneran.....
Tetangga yang lain lagi , berasal dari India , hobby sekali masak . Dan gara-gara acara saling menyapa pas jemur baju, saya jadi tahu dia hobby masak dan hobby....ngirimin masakan India. Semua itu gara-gara saya berbasa-basi dan bilang suka makan makanan India –sewaktu dia tanya- walhasil dia jadi rajin masak dan kirim hasil masakannya ke kami , temasuk menu masakan baru, hasil percobaan , yang kadang sampai lupa apa judulnya.....Awalnya sih seneng-seneng saja dikirimi ,lumayanlah, nggak usah masak, ngirit tenaga . Tapi lha kok keterusan......lama-lama suami protes juga setiap kali disuruh makan masakan India kiriman ini...India melulu kata suami...tapi saya rasanya kok nggak bisa nolak kalau dikirimi...nggak tega lihat wajahnya yang selalu berseri-seri dan berharap-harap cemas akan komentar saya tentang masakannya saat kami ketemu.....
Lain lagi tetangga kami yang tinggal persis diatas kami, seorang Ibu tua berumur kira-kira 65 tahunan yang tinggal sendirian. Entah kenapa, tiap malam, sering sekali terdengar banyak barang kecil seperti sendok berjatuhan . Dan karena unit kami berada tepat dibawahnya, otomatis suara sendok jatuh itu terdengar nyaring di eternit kami , yang kadang-kadang bikin kaget , karena pas tengah malam. Kami sering menduga-duga, jangan-jangan si Oma ini kalau malam penglihatannya nggak begitu jelas, jadi barang yang dipegang maupun yang diambil jadi berjatuhan. Cuma tentu saja kami nggak berani nanya atau konfirmasi , wong hal seperti itu kan privacy . Disini privacy kan sangat dihargai. Jadi dugaan itu tentu saja hanya tersimpan dihati. Namun suatu hari, saya dikejutkan oleh suara klakson saat sedang jalan kaki sepulang belanja. Merasa nggak kenal dengan pemilik mobil, saya tetap saja melenggang cuek.Eh, mobil tersebut terus mengklakson, dan akhirnya saya berhenti . Pengen tahu juga siapa pengemudinya. Nggak disangka, kaca mobil dibuka, dan ...olala...ternyata pengemudinya si Oma , dengan berkaca mata trendy berwarna hitam , tersenyum sambil menawarkan tumpangan sampai ke rumah. Wah , kalau nyetir mobil saja masih bisa bergaya begini , berarti agak nggak mungkin dong ya , nggak jelas penglihatan waktu malam.
Suatu pagi di musim panas , apartemen kami dikejutkan dengan kehebohan di halaman belakang , tempat biasa kami menjemur baju. Si Oma nampak berteriak-teriak sambil menunjuk-nunjuk ke salah satu sudut di tempat jemuran. Karena penasaran, kamipun keluar untuk melihat apa yang terjadi. Dan ternyata bukan hanya kami yang penasaran, tapi beberapa tetangga juga bermunculan dan bergegas ke halaman belakang .Disana kami mendapati ada seorang gadis yang tubuhnya terbungkus rapat oleh selimut , terbaring di sudut halaman. Si Oma mengatakan, dia sudah mencoba membangunkan gadis itu , tapi gadis itu tidak bergerak. Si Oma nampak sangat panik, dan meminta salah satu dari kami yang berdatangan untuk memanggil ambulan. Tiba-tiba ada salah satu diantara penghuni yang berdatangan nyelonong maju sambil membawa handuk basah , dan seketika pula dia mengusapkan handuk basah tersebut ke muka si gadis yang terbaring tadi. Dan serta merta pula, si gadis terlonjak dan langsung bangun terduduk , dan nampak bingung melihat banyak orang berkerumun mengelilingi dirinya. . Dan sebelum semua sempat bersuara , si pembawa handuk menjelaskan bahwa dia adalah teman serumah si gadis , dan satu-satunya cara terbaik untuk membangunkan temannya adalah dengan mengusapkan handuk basah di mukanya, karena si gadis sulit sekali dibangunkan dengan cara biasa. Dan sebelum ada pertanyaan lebih lanjut , si gadis yang tadi ternyata hanya tertidur menjelaskan , bahwa semalam dia merasa kepanasan di dalam rumah, maka memutuskan untuk membaca buku di halaman belakang dengan berbekal selimut untuk alas duduk. Ketika kantuk menyerang , maka dia memutuskan untuk tidur saja disitu karena malas untuk naik kembali ke apartemennya. Sama sekali tidak terpikir oleh si gadis bahwa tindakannya itu akan mengakibatkan kehebohan. Bubarlah kami semua setelah mendengar penjelasan itu......sempat saya dengar salah satu dari tetangga kami berkomentar sambil bersungut-sungut : untung cuma ketiduran..untung bisa bangun lagi.....coba kalau keterusan atau digigit buaya....
Wah...mana ada buaya di halaman belakang....
Dec 13,2004
Published in Femina 3/XXXIII - Januari 2005
Rumah pertama kami adalah semacam ‘rumah susun’ alias apartemen yang terdiri dari 21 unit. Kami tinggal di lantai paling bawah, dan kami memilih rumah yang dekat dengan halaman belakang tempat ’tiang jemuran kolektif ’ alias jemuran untuk seluruh penghuni berada. Pada awalnya , saat kami masuk ke apartemen , belum semua unit terisi , jadi kapanpun mau nyuci dan njemur , santai saja. Apalagi saat itu musim panas, rasanya tali jemuran masih longgar dan selalu banyak tempat tersisa . Tapi giliran musim gugur datang, apalagi makin mendekati musim dingin, barulah terasa sulitnya mencari tempat untuk jemur baju. Maklum, selain mesin cuci yang hanya ada 3 buah untuk dipakai 21 unit , nggak semua tiang jemuran terkena panas pas musim dingin. Hanya ada 2 tempat saja yang kena, sedang 4 yang lain adem ayem saja alias nggak pernah kesentuh matahari. Maka, mulailah ritual intip mengintip, saling mendahului, mencuci sepagi mungkin untuk bisa jemur baju di tempat yang masih kena panas. Beruntungnya , rumah saya strategis untuk mengamati ,jadi kalau sudah ada yang memakai tempat jemuran itu , saya memilih untuk nggak mencuci saja. Malas rasanya kalau sudah keduluan yang lain, meski resikonya baju kotor makin menumpuk.....
Soal jemur menjemur , tetangga yang tinggal di lantai paling atas , cowok bule anak sekolahan , rajin sekali mencuci baju dan menjemur . Namun yang paling membuat saya sering bertanya-tanya , si cowok ini nggak pernah pakai alas kaki kalau menjemur . Cekeran , kalau orang jawa bilang. Mau musim panas atau musim dingin, tetap saja tanpa alas kaki. Padahal lantai semen tempat jemuran berada , dingin pas musim dingin, dan panas menyengat kaki ,pas musim panas. Herannya , kok tahan ya tuh kaki, apa sudah kapalan kali . Beberapa kali saya sempat cerita ke suami tentang kebiasaannya ini, dan tanggapan suami saya selalu ” tanya aja sama dia , kenapa kok nyeker....” .Dan kamipun punya julukan khusus ke tetangga satu ini : Bulcek alias Bule Ceker.....Akhirnya saya gatal juga untuk nggak nanya , alasan dia kenapa nggak pakai alas kaki , dan setelah memberanikan diri bertanya , ealah....jawabannya kok santai amat : nggak ada alasan apa-apa , suka aja tuh , nggak pakai alas kaki....weleh...weleh....ini kakinya pasti memang sudah kapalan beneran.....
Tetangga yang lain lagi , berasal dari India , hobby sekali masak . Dan gara-gara acara saling menyapa pas jemur baju, saya jadi tahu dia hobby masak dan hobby....ngirimin masakan India. Semua itu gara-gara saya berbasa-basi dan bilang suka makan makanan India –sewaktu dia tanya- walhasil dia jadi rajin masak dan kirim hasil masakannya ke kami , temasuk menu masakan baru, hasil percobaan , yang kadang sampai lupa apa judulnya.....Awalnya sih seneng-seneng saja dikirimi ,lumayanlah, nggak usah masak, ngirit tenaga . Tapi lha kok keterusan......lama-lama suami protes juga setiap kali disuruh makan masakan India kiriman ini...India melulu kata suami...tapi saya rasanya kok nggak bisa nolak kalau dikirimi...nggak tega lihat wajahnya yang selalu berseri-seri dan berharap-harap cemas akan komentar saya tentang masakannya saat kami ketemu.....
Lain lagi tetangga kami yang tinggal persis diatas kami, seorang Ibu tua berumur kira-kira 65 tahunan yang tinggal sendirian. Entah kenapa, tiap malam, sering sekali terdengar banyak barang kecil seperti sendok berjatuhan . Dan karena unit kami berada tepat dibawahnya, otomatis suara sendok jatuh itu terdengar nyaring di eternit kami , yang kadang-kadang bikin kaget , karena pas tengah malam. Kami sering menduga-duga, jangan-jangan si Oma ini kalau malam penglihatannya nggak begitu jelas, jadi barang yang dipegang maupun yang diambil jadi berjatuhan. Cuma tentu saja kami nggak berani nanya atau konfirmasi , wong hal seperti itu kan privacy . Disini privacy kan sangat dihargai. Jadi dugaan itu tentu saja hanya tersimpan dihati. Namun suatu hari, saya dikejutkan oleh suara klakson saat sedang jalan kaki sepulang belanja. Merasa nggak kenal dengan pemilik mobil, saya tetap saja melenggang cuek.Eh, mobil tersebut terus mengklakson, dan akhirnya saya berhenti . Pengen tahu juga siapa pengemudinya. Nggak disangka, kaca mobil dibuka, dan ...olala...ternyata pengemudinya si Oma , dengan berkaca mata trendy berwarna hitam , tersenyum sambil menawarkan tumpangan sampai ke rumah. Wah , kalau nyetir mobil saja masih bisa bergaya begini , berarti agak nggak mungkin dong ya , nggak jelas penglihatan waktu malam.
Suatu pagi di musim panas , apartemen kami dikejutkan dengan kehebohan di halaman belakang , tempat biasa kami menjemur baju. Si Oma nampak berteriak-teriak sambil menunjuk-nunjuk ke salah satu sudut di tempat jemuran. Karena penasaran, kamipun keluar untuk melihat apa yang terjadi. Dan ternyata bukan hanya kami yang penasaran, tapi beberapa tetangga juga bermunculan dan bergegas ke halaman belakang .Disana kami mendapati ada seorang gadis yang tubuhnya terbungkus rapat oleh selimut , terbaring di sudut halaman. Si Oma mengatakan, dia sudah mencoba membangunkan gadis itu , tapi gadis itu tidak bergerak. Si Oma nampak sangat panik, dan meminta salah satu dari kami yang berdatangan untuk memanggil ambulan. Tiba-tiba ada salah satu diantara penghuni yang berdatangan nyelonong maju sambil membawa handuk basah , dan seketika pula dia mengusapkan handuk basah tersebut ke muka si gadis yang terbaring tadi. Dan serta merta pula, si gadis terlonjak dan langsung bangun terduduk , dan nampak bingung melihat banyak orang berkerumun mengelilingi dirinya. . Dan sebelum semua sempat bersuara , si pembawa handuk menjelaskan bahwa dia adalah teman serumah si gadis , dan satu-satunya cara terbaik untuk membangunkan temannya adalah dengan mengusapkan handuk basah di mukanya, karena si gadis sulit sekali dibangunkan dengan cara biasa. Dan sebelum ada pertanyaan lebih lanjut , si gadis yang tadi ternyata hanya tertidur menjelaskan , bahwa semalam dia merasa kepanasan di dalam rumah, maka memutuskan untuk membaca buku di halaman belakang dengan berbekal selimut untuk alas duduk. Ketika kantuk menyerang , maka dia memutuskan untuk tidur saja disitu karena malas untuk naik kembali ke apartemennya. Sama sekali tidak terpikir oleh si gadis bahwa tindakannya itu akan mengakibatkan kehebohan. Bubarlah kami semua setelah mendengar penjelasan itu......sempat saya dengar salah satu dari tetangga kami berkomentar sambil bersungut-sungut : untung cuma ketiduran..untung bisa bangun lagi.....coba kalau keterusan atau digigit buaya....
Wah...mana ada buaya di halaman belakang....
Dec 13,2004
Published in Femina 3/XXXIII - Januari 2005
No comments:
Post a Comment